Di setiap adzan maghrib ada resah mengintip
Perih seperti luka yang baru akan menutup tapi terkoyak kembali
Semakin dalam semakin perih di setiap waktu
Seperti sudah diatur berjalan untuk membuka pintu
Karena tak lama setelah adzan harusnya ayah pulang
Ketika dering telefon terdengar
Lalu berpikir nenek yang menelfon
Karena tak lama setelah adzan, nenek biasanya menelfon mengingatkan solat
Saat matahari perlahan turun tak lama terdengar adzan
Tangan lantas menggapai telepon, memutar nomor telepon abang menanyakan posisi
Berpesan agar segera pulang dari kampus
Ketika waktu senja tiba, ibu akan mulai memasak, mengingatkan kami untuk membuka pagar untuk ayah, meminta kami segera mengangkat telepon ketika berdering karena pasti itu nenek, dan meminta kami menghubungi abang mengingatkan waktu pulang
Tapi sudah berkali senja,
Ibu hanya duduk diam menghisap rokok
Sudah berkali senja tidak diminta membuka pagar karena ayah sudah takkan pulang, karena ayah sudah berpulang
Sudah berkali senja tidak ada dering telefon pengingat solat, karena nenek sudah kami solati
Sudah berkali senja tidak diminta menghubungi abang mengingatkan waktu pulang, karena kami sudah mengantarkan abang pulang.
Dan di setiap senja turun adzan berkumandang
Ada resah yang mengintip, perih yang tertahan dan air mata menggelayut jemu
Lalu datanglah rindu yang merayap perlahan yang menyiksa setiap sisi hati hingga fajar menjemput
Regards,
Dinda
------------------------------------
Dan bagi kami semua hanya tersisa sebuah pintu
padahal kami juga tahu bahwa
dia tidak mungkin masuk kerumah ini
melalui pintu itu lagi
namun tetap saja kami biarkan pintu itu terbuka
sepanjang waktu
berharap bahwa dia akan kembali kepada kami
lewat pintu itu
seperti dulu lagi
dikala suatu memori dalam jagad ingatan
masa lampau
DOMINATIO PER MALUM
Jumat, 22 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar