Petikan III dari “Rembulan, Matahari dan Bayangan”
Lima Kecup untuk Masa Silam
bilik-bilik kasih kasip merenggang
asap-asap tak sedap menyusup riang
di celah-celah yang belalak,
sementara pintu-pintu yang celangak
menyambut girang ciprat-ciprat air parit
gelegar guntur gemuruh meruntuh genting
kujemput pigura anak mata,
yang sebelum badai datang
berhias asmara,
bertabur renjana,
satu kecup di lengan
satu kecup di dahi
satu kecup di punggung tangan
satu kecup di bibir
dan satu kecup yang melambai...
perlahan,
lalu menjauh
Singapura, Oktober 2010
Maureen Sumolang
***
Anak-anak Matahari Penjaga Pintu
Sama-sama anak matahari yang menjaga pintu,
pagi dan senja tak pernah saling bertemu muka.
Pagi selalu berdiri di timur dan bertugas membuka pintu,
membiarkan sinar mentari bertamu dengan hangat.
Senja selalu berdiri di barat dan bertugas menutup pintu,
membiarkan mentari pergi ke balik cakrawala mengejar mimpi.
Pagi dan senja saling mengetahui bahwa mereka ada dan saling
merindukan.
Mereka berkirim kabar melalui angin yang membawa berita,
melintasi piringan jam dinding.
Tetapi itu tidaklah cukup.
Dan mereka pun memutuskan untuk saling berkirim kartu pos.
Senja menerima kartu pos dari pagi, dan membaca kata-katanya,
”Inilah aku, pagi.
Ayah datang dari timur membawa kehangatan.
Lihat senyumnya!”
Pagi menerima kartu pos dari senja, dan membaca kata-katanya,
”Inilah aku, senja.
Ayah pergi ke barat mengejar mimpi.
Lihat punggung dan pantatnya!”
Sawangan, Oktober 2007 – Jakarta, Desember 2010
oleh:Urip Herdiman Kambali
Kamis, 31 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar